Sabtu, 18 Agustus 2007

Tak Punya Anak, Salah Istri atau Suami?



Dulu, jika ada pasangan yang tak jua punya keturunan, biasanya istrilah yang dituding sebagai penyebab. Padahal, adakalanya suami juga punya andil.


Memang, infertilitas atau ketidaksuburan bukan melulu ‘salah’ perempuan, tapi mengapa masih ada yang menganggap penyebabnya 100% adalah istri?


Menurut Prof. Dr. dr. Nukman Moeloek, Sp.And ., Ketua Bagian Biologi Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, “Anggapan itu memang sudah ada sejak dulu. Dan, sah-sah saja kalau mereka punya anggapan tersebut. Bukankah yang hamil dan melahirkan adalah wanita? Syukurlah, keadaan sekarang sudah jauh berbeda ketimbang 20-25 tahun yang lalu. Wanita tidak lagi diposisikan sebagai biang kerok kegagalan.”


Mampu seks = subur?
Sebenarnya, anggapan yang salah kaprah di atas menyubur karena masyarakat masih bingung dengan istilah gangguan seks dan gangguan kesuburan. Bagi mereka, bila suami bisa melakukan hubungan seks dengan baik, ini berarti ia pasti subur! Padahal, gangguan seks dan gangguan kesuburan adalah dua hal yang sangat berbeda.


Gangguan seks disebabkan adanya ketidakberesan pada organ seks itu sendiri, sedangkan subur tidaknya pria biasanya dipengaruhi oleh kondisi sel spermanya,” kata Prof. Nukman.


Jadi, infertilitas memang tidak hanya terjadi pada wanita saja! Apalagi, dalam kenyataannya, 50% penderita gangguan kesuburan adalah pria, sementara 50% sisanya ya wanita. “Jadi, jangan buru-buru menyudutkan istri Anda kalau Anda tak kunjung dikaruniai si buah hati,” katanya lagi.

Makin tua tidak makin menjadi lho...
Apakah tak kunjung punya keturunan berarti Anda dan pasangan termasuk infertil? “Belum tentu juga,” ujar Prof. Nukman. Bahkan, ia mengategorikan pasangan infertil sebagai pasangan yang sudah menikah selama satu tahun, melakukan persetubuhan secara teratur tanpa menggunakan kontrasepsi, tapi tidak juga menghasilkan anak. Bila setelah setahun tidak punya anak juga, ya mereka dianjurkan untuk segera melakukan pemeriksaan.


Kalau usia si istri sudah lebih dari 35 tahun, dengan sendirinya pemeriksaan harus dilakukan lebih cepat lagi. Yaitu kira-kira 6 bulan setelah menikah. Bagaimana kalau usianya di atas 40 tahun? “Ya jangan tunggu sampai 6 bulan. Jika tak hamil jua setelah 3 bulan, cepat-cepat ke dokter,” sambungnya.


Lalu, adakah patokan usia subur maksimal bagi seorang pria? Sebetulnya, sampai tua pun, pria masih bisa memproduksi sperma. Begitupun tetap ada batasnya. Pada usia 40 tahun ke atas, pergerakan spermanya mulai melambat. Nah, kalau ini masih ditambah usia istri yang makin tua, maka kecenderungan jadi kurang subur ya makin tinggi. “Jadi, jelaslah kalau penyebab pasangan suami-istri tak jua diberi momongan bukan lantaran something wrong si istri saja,” ujarnya lagi.


Apa jalan ke luarnya?
Jika Anda dan pasangan memang punya masalah infertilitas, sebaiknya segera ke dokter. Akan lebih baik lagi, bila Anda ditangani bersama-sama. Bahkan, Anda berdua dianjurkan untuk mendatangi klinik infertilitas dengan tim yang bisa sekaligus menangani suami dan istri.


Klinik seperti ini biasanya fasilitas cukup oke. Peralatannya juga lengkap, sehingga bisa dilakukan pemeriksaan dasar (hormon, analisa sperma, serta imunologi atau faktor kekebalan tubuh) maupun pemeriksaan genetika. Juga, bisa diketahui kalau ada faktor lingkungan yang jadi biang keladi masalah. ***

Tidak ada komentar: